Politik Uang Dalam Perspektif Islam
Taujihat tentang Pemilu Jujur, Adil, dan Damai
1. MUl menyerukan semua pihak agar senantiasa menjaga kesatuan dan persatuan dalam Pemilu 2024 dengan mengutamakan kepentingan bersama sebagai bangsa, menghindari politik golongan dengan tetap menjaga ukhuwah Islamiyah, ukhuwah wathaniyah, dan ukhuwah insaniyah yang didasari pelaksanaan nilai-nilai agama.
2. MUI menyerukan masyarakat Indonesia untuk berperan aktif dan berpartisipasi dalam Pemilu dengan menyalurkan aspirasi politiknya secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur dan adil (Luber dan Jurdil) serta menolak praktik politik transaksional, politik uang, manipulasi suara, dan jual beli suara.
3. MUI mengingatkan masyarakat Indonesia, khususnya umat Islam Indonesia bahwa memilih pemimpin adalah sebuah kewajiban. Berdasarkan Hasil Ijtimak Ulama Komisi Fatwa se-Indonesia III tahun 2009, umat Islam dianjurkan memilih pemimpin dan wakil-wakilnya yang beriman dan bertakwa, jujur (shiddiq), terpercaya (amanah), aktif dan aspiratif (tabligh), mempunyai kemampuan (fathanah), dan memperjuangkan kepentingan umat Islam serta dapat mengemban tugas amar makruf nahi munkar.
4. MUI menghendaki agar Komisi Pemilihan Umum (KPU), Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), dan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) bekerja secara profesional mengedepankan prinsip independensi, netralitas, dan imparsialitas sehingga dapat menghasilkan Pemilu yang berkualitas dan berintegritas.
5. MUI mengimbau dan mengingatkan agar Aparatur Negara yang terdiri dari Aparatur Sipil Negara (ASN), Tentara Nasional Indonesia (TNI), Kepolisian Negara Indonesia (Polri), Kepala Desa, perangkat desa, dan/atau anggota Badan Permusyawaratan Desa dapat menjaga integritas, dan profesionalitasnya dengan memegang dan menegakkan prinsip netralitas dalam pelaksanaan tahapan Pemilu 2024.
6. MUI menyerukan kepada para pengurus MUI di semua tingkatan yang ikut terlibat dalam kontestasi politik praktis Pemilu 2024 untuk menjadi teladan, uswah dan qudwah hasanah dalam menerapkan politik yang berakhlak mulia, politik yang bebas, jujur, dan adil serta ikut berupaya mencegah terjadinya politik uang dan politik curang.
7. MUI mendorong agar Pemimpin Nasional yang akan datang harus menjadikan etika, integritas, dan hukum sebagai panglima dalam menjalankan roda pemerintahan.
8. MUI menyerukan kepada media massa, media elektronik, dan media online untuk bersikap netral dan proaktif mendidik masyarakat agar tidak terpengaruh oleh berita bohong (hoax), dan ujaran kebencian (hate speech), sehingga mampu menciptakan pemilih yang cerdas, kritis, dan bertanggung jawab dalam menghadapi informasi selama proses pelaksanaan Pemilu 2024.
%PDF-1.5 %äüöß 2 0 obj <> stream xœ[K‹$¹¾÷¯¨óB•S¯T&4•ÕSß|0¾Ùkcv¼ÿ}KñPD¤”Ù³`º²RR(Ï/B5ÓÍ]þûöŸËt™n“_.³s·5»K^ñó÷¼ýå§Ëooß/0§üûýŸoÛç[öeáœ.Ÿ¿üéå.Î]>~ŸÜýóßoß>ß¾¿ífçÛÜf{œý×2}òw_WýíóÏmÙ-Mn�»O$´äÛÒ!t¿:þ~�ïS¸»úXž">©—õ1Õ!|œåm¾Ïƒ·±ÑZî×™W‚LJ�w…ÑFþ�“¶{ãíÙñø¡8WKe·è$ù['žM˜W‡{᧛x/çädJ`ßÚ£óÃs6)9Y¥ÕTE/\2uÒ¾Ú·J3ŠP²b¾÷ñe%_R°Ñ"Š-4ùøn¾_3=fáJ„磖/œgº-iZ—Ëþ³¨-LsQZñ�)]~}ËE¡ôå—IõKŠî–ûou¢¡ñËå_o?ÿ´s¿5bñ¶¢]Ä‹›ÙmP´E,�># ÑWG¹†b0E„�_-ðwrœË8ˆ³>XÈÕ™ËÈFßC¥g‡žbô¸*Tžðˆ¯¿U²¯úX¬ÀƒQÖíàKaÓÜ)¡ØG_ãDž9]œ·¡Â“•zåoªç™ò´”õ—�:i©§Éï0ú¼—…źÎMî„‹ a/°äö‡]\px¤BŠö]`£jŽ¾ÚÜ\m˜t(ÅÆR^®$é¶io”ÂÉ2ÝÂeÓ-î9yVú3pòçu 8;°±¹×Y8…öÒ,‹¤ú)§œk ¨�±§l1—£sS¨ÔR,–ÍY…©UUTñ€Å.`�Õ,*›à¡Ë,&мŽÈœzÌ؆áU õFøK+žLROé”]Ýij3„&ƒx;U¬"—0„ë´kz‚¥z§…†98‰Û:¯1ÔÂüØ6dz™Ö?ì»`ó–*ÿ¾ÍKÕ4–‘hÖ%=Pþœ«îÞ"ºG/H(”¥ÐÑ…êq…ÝÊ9Íøçd´x0 ² fÕ# œÝ,…ĈJ�N4.ü²(QDûoV¦IÖƒP£kn¸ôcÄ�£3
%PDF-1.4 %µµµµ 1 0 obj <>/OutputIntents[<>] /Metadata 662 0 R>> endobj 2 0 obj <> endobj 3 0 obj <>/Font<>/ProcSet[/PDF/Text/ImageB/ImageC/ImageI] >>/Annots[ 14 0 R 15 0 R] /MediaBox[ 0 0 596.01 841.93] /Contents 4 0 R/StructParents 0>> endobj 4 0 obj <> stream xœÍ<Ûr㸱ï®ò?ðQÚÓÄ… ™J¥Î\6ÙÉ;Þäa“Z’%Ž.ÔñH;åª|üén $HöÌHt�Ë ²}¿€Œ®o¢?ÿùúç·ïßEÉ_þ½y÷6úßË‹$Jâ$ID’²î×7å²Ú•‡ªÞ]8Þpè‡E9_<8È!jI’ç9Ð!ìÞÜeƒq¥¢ÛûËF¸ÂÚ4Nx”)it»Åí.ñão—¿Oþ9Í'õæ¸]L¯Ä$š^å–¿ÂQóñ�é•œÔÛúajÄô?Ñíß//¾˜°ÕsàÈò<æ$£+¸½’yt;û}ò§hàEs¢�’#ì—3ƒ¬@^�0‹Yp‹#Àã"N‚LÇ€(@γÄĆ‹
Menikah merupakan salah satu aspek penting dalam kehidupan seorang Muslim. Dalam pandangan Islam, pernikahan bukan sekadar ikatan fisik antara dua individu, melainkan juga merupakan bentuk ibadah dan penyempurnaan separuh agama.Aturan-aturan menikah dalam Islam dirancang dengan sangat rinci untuk menjamin keadilan dan kesejahteraan bagi kedua belah pihak, serta untuk menjaga keturunan dan keteraturan masyarakat.Dalam kitab fiqih Fathul Wahab (2: 54) karya Syaikh Zakaria al-Anshari, dijelaskan "nikah" secara etimologis berasal dari bahasa Arab "al-dhammu," yang berarti "berkumpul."
Menurut terminologi fiqih atau syariat dalam islam "nikah" merupakan akad yang memperbolehkan hubungan intim antara suami dan istri dengan menggunakan lafaz nikah atau yang setara.
Dengan demikian, menikah merupakan suatu landasan hukum yang melegalkan hubungan sah antara seorang pria dan wanita.
Berdasarkan definisi tersebut, menikah dapat diartikan sebagai penyatuan dua individu (pria dan wanita) melalui akad yang menjadi dasar keabsahan hubungan tersebut.
Banyak anjuran untuk menikah yang terdapat dalam Al-Qur'an, salah satunya ialah Firman Allah SWT dalam (QS. An-Nur, 24: 32) yang berbunyi:
وَاَنْكِحُوا الْاَيَامٰى مِنْكُمْ وَالصّٰلِحِيْنَ مِنْ عِبَادِكُمْ وَاِمَاۤىِٕكُمْۗ اِنْ يَّكُوْنُوْا فُقَرَاۤءَ يُغْنِهِمُ اللّٰهُ مِنْ فَضْلِهٖۗ وَاللّٰهُ وَاسِعٌ عَلِيْمٌ
wa ankiḥul-ayāmā minkum waṣ-ṣāliḥīna min 'ibādikum wa imā'ikum, iy yakūnū fuqarā'a yugnihimullāhu min faḍlih(ī), wallāhu wāsi'un 'alīm(un).
Artinya: “Dan nikahkanlah orang-orang yang masih membujang di antara kamu, dan juga orang-orang yang layak (menikah) dari hamba-hamba sahayamu yang laki-laki dan perempuan. Jika mereka miskin, Allah akan memberi kemampuan kepada mereka dengan karunia-Nya. Dan Allah Maha Luas (pemberian-Nya), Maha Mengetahui.” (QS. An-Nur, 24: 32).
Ibnu Katsir menjelaskan dalam kitabnya yang berjudul Tafsir Al-Qur’an al-Azhim, (6: 51) bahwa surat An-Nur ayat 32 mengandung perintah untuk menikah. Menurut beberapa ulama, perintah ini bersifat wajib bagi mereka yang sudah mampu melaksanakannya.
Pandangan ini didasarkan pada hadis Nabi Muhammad SAW yang mendorong para pemuda untuk segera menikah jika sudah memiliki kemampuan.
Dalam penjelasaanya Ibnu Katsir melanjutkan, “namun sebagian besar (mayoritas) ulama menyatakan bahwa perintah menikah pada surat An-Nur ayat 32 tidak bermakna wajib, melainkan sunnah atau anjuran.”
Kemudian, Tafsir Al-Qur’an al-Azhim, (6: 52) pandangan serupa disampaikan oleh Imam asy-Syafi'i dalam qaul jadid-nya (pandangan terbaru), bahwa perintah menikah dalam Al-Qur'an pada dasarnya bersifat anjuran, bukan kewajiban.
Lantas, bagaimana hukum menikah menurut perspektif Islam? Berikut penjelasannya.
Pada dasarnya, hukum menikah merupakan mubah (boleh), artinya tidak diwajibkan tetapi juga tidak dilarang. Bergantung pada kondisi dan niat individu yang hendak menikah
Namun, mayoritas ulama menganggap hukum menikah sebagai sunnah atau anjuran, kitab Fath al-Mu'in oleh Ahmad Zainuddin Alfannani (hal. 44-46) menjelaskan bahwa hukum menikah dapat dikategorikan dalam 5 jenis berdasarkan keadaan dan niat calon pengantin, yaitu:
1. WajibPernikahan menjadi wajib bagi seseorang yang mampu secara finansial dan fisik, serta khawatir jatuh dalam perbuatan dosa jika tidak menikah.Hal tersebut, bertujuan untuk menjaga moral dan akhlak seseorang dari perbuatan yang dilarang dalam agama.
2. SunnahMenikah merupakan sunnah bagi mereka yang mampu dan tidak khawatir jatuh dalam dosa. Ini merupakan bentuk ketaatan kepada perintah Allah dan Rasul-Nya, serta cara untuk meningkatkan kualitas hidup dengan adanya pasangan yang sah.
3. MubahHukum pernikahan dianggap mubah bagi mereka yang hanya ingin memenuhi kebutuhan seksual tetapi tidak memiliki kemampuan finansial untuk menafkahi.
Individu dalam situasi ini disarankan untuk menunda pernikahan hingga mereka memiliki kemampuan yang memadai.
4. MakruhHukum makruh berlaku bagi orang yang tidak berniat menikah karena sifat pribadi atau kondisi kesehatan dan juga tidak mampu menafkahi keluarga.Menikah dalam situasi ini dapat menimbulkan masalah, termasuk risiko tidak dapat memenuhi hak dan kewajiban pernikahan, yang bisa merugikan pasangan.
5. HaramKeharaman pernikahan berlaku bagi mereka yang menikah dengan tujuan untuk menyakiti atau melanggar ketentuan agama yang sudah di ajarkan.
Misalnya, seseorang yang berniat untuk menyiksa atau menyakiti pasangan dalam pernikahan, dilarang untuk menikah dan jika dipaksakan maka hukumnya haram.
Menikah dalam Islam bukan hanya soal ikatan sosial tetapi juga sebuah tanggung jawab religius. Memahami 5 hukum pernikahan ini penting untuk memastikan bahwa setiap aspek dari pernikahan dilakukan sesuai dengan ajaran agama.
Dengan mematuhi hukum-hukum tersebut, diharapkan pernikahan dapat berjalan lancar dan penuh berkah dan dapat membangun keluarga yang sakinah, mawaddah, dan rahmah.
Pewarta: M. Hilal Eka Saputra HarahapEditor: Alviansyah Pasaribu Copyright © ANTARA 2024
Istilah serangan fajar ramai diperbincangkan jelang pemilihan umum (pemilu). Praktik tersebut berkaitan dengan politik uang atau suap untuk mendulang suara. Bagaimana hukumnya dalam Islam?
Melansir situs resmi Pusat Edukasi Antikorupsi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), bentuk serangan fajar tak hanya berupa uang tapi bisa juga barang, jasa, atau materi lain yang bernilai uang. Contohnya sembako, voucher pulsa, dan bensin.
UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu dengan tegas menyebut pelaku serangan fajar dapat diancam pidana penjara paling lama 3 tahun dan denda paling banyak Rp 36 juta. Ketentuan ini tertuang dalam Pasal 515.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Syariat Islam juga telah mengatur hal-hal yang berkaitan dengan serangan fajar politik. Begini penjelasannya.
Hukum Serangan Fajar dalam Islam: Haram
Majelis Ulama Indonesia (MUI) mengeluarkan fatwa pada 2018 lalu yang intinya serangan fajar yakni politik uang dan pemberian imbalan dalam pemilu hukumnya haram.
"Politik uang termasuk mahar politik dan memberikan imbalan dalam bentuk apa pun adalah haram," ujar ketua MUI kala itu, Ma'ruf Amin, saat Ijma' Ulama Komisi Fatwa MUI di Banjarbaru, Kalimantan Selatan, Rabu (9/5/2018), seperti dilansir Antara.
Ma'ruf juga menegaskan, meminta imbalan kepada seseorang yang akan diusung atau dipilih sebagai calon anggota legislatif, kepala daerah, dan jabatan publik lain padahal itu merupakan tugasnya maka hukumnya haram.
Pada akhir tahun lalu, MUI mengeluarkan taujihat (seruan) tentang Pemilu Jujur, Adil, dan Damai. Taujihat ini lahir dari Komisi Rekomendasi, Musyawarah Kerja Nasional ke-3 MUI 2023 di Jakarta, Minggu (3/12/2023).
Taujihat yang tertuang dalam Surat Nomor Kep-92/DP-MUI/XII/2023 ini berisi delapan butir yang salah satunya menyerukan masyarakat Indonesia untuk menolak praktik politik transaksional, politik uang, manipulasi suara, dan jual beli suara.
"MUI menyerukan masyarakat Indonesia untuk berperan aktif dan berpartisipasi dalam Pemilu dengan menyalurkan aspirasi politiknya secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur dan adil (Luber dan Jurdil) serta menolak praktik politik transaksional, politik uang, manipulasi suara, dan jual beli suara." bunyi poin kedua seperti dikutip dari situs MUI, Selasa (13/2/2024).
Bunyi taujihat selengkapnya di halaman berikutnya >>>